Selasa, 11 Mei 2010

Give her for 'me time'


"Berangkat aja cy.." kataku menepis keraguannya.

Istriku ingin sekali pulang kampung, karena ada temannya yang menikah. Sebenarnya bukan semata-mata ingin menghadiri pernikahan temannya. Tapi bertemu dengan keluarga besar adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Kakak-kakak, keponakan, dan tentunya bapak dan ibu. Dari 8 bersaudara, semuanya ngumpul di Lombok, kecuali istriku yang tinggal di Semarang bersamaku.

"Itung-itung itu untuk me time cy..." sekali lagi aku menguatkannya.
"Terus anak-anak gimana?" tanyanya kepadaku.
"Biarlah anak-anak InsyaAllah aman sama Abi" tambahku meyakinkannya.
Sebenarnya aku juga punya keinginan kuat untuk liburan ke Lombok. Tapi situasi kantor yang tidak memungkinkan untuk cuti sehingga mengurungkan niat kami untuk pulang ke Lombok awal Mei ini.

Bagi sebagian orang, 'me time' identik dengan perawatan diri, creambath, mandi sauna, dll. Tapi saya kasih waktu untuk istri bertemu dengan teman-teman sekolahnya dulu. Harapan saya untuk menyegarkan diantara suntuknya pekerjaan rutin yang tiada habisnya. Saya masih meyakini liburan itu penting. Untuk siapa saja. Dan ini giliran istri saya.

Selama ditinggal 2 hari ke Lombok, memang agak berat mengatur anak-anak. Karena selama ini anak-anak tergantung sama umminya. Tapi bukan berarti saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka. Justru saya ingin mengambil kesempatan ini untuk lebih dekat dengan anak-anak, terutama Syafiq. Karena dia lebih dekat sama umminya, dan segala sesuatu harus dilakukan sama umminya.

Yang paling berat adalah ketika Syafiq bangun tidur. Dia pasti menanyakan keberadaan umminya. Memandikan, menyuapi, nyiapin perlengkapan sekolah Salmaa, bukan lah pekerjaan sulit bagi saya.

Jauh di seberang sana umminya ngasih kabar kalau sedang menikmati 'kuliner' masakan ibu mertua saya. Lalu berkumpul sama temen-teman sekolahnya dulu, bersendau gurau layaknya masih bujangan. Saya memang mendorong kondisi seperti ini. Saya memberikan waktu untuk memanjakan otak sejenak. Dan saya pun ingin melatih kesabaran dengan meng-handle penuh tingkah polah anak-anak.

"Cy, ummi dipanggil diklat.." kata istriku. "...yowis cy, berangkat aja.." kataku kepadanya sambil tetap tersenyum, meski berat rasanya ditinggal seminggu. Karena aku tidak ingin menambah beban pikiran istriku yang sudah berat meninggalkan anak-anak untuk diklat di Jakarta selama seminggu.

Semoga Allah swt mempermudah urusan kita semua...