Rabu, 02 Juni 2010

Ekspedisi Gunung Tanpa Nama


Tlogodingo memang kampung yang menawan di kaki Gunung Lawu. Terletak persis sebelum Cemoro Sewu, basecamp naik ke Gunung Lawu. Masyarakatnya hidup dari pertanian dan menggembala ternak. Kampung paling ujung Timur provinsi jawa Tengah ini hampir setiap hari diselimuti kabut. Dingin luar biasa. Masyarakatnya bercocok tanam strawberry, terong, wortel, kol, bahkan ada satu petak tanah yang ditanami bunga edelweis! Keramahan orang-orang di sana menambah kesejukan bagi siapa pun yang berkunjung. Ditambah hidangan buah strawberry segar yang baru dipetik. Menambah suasana semakin adem ayem...

Di sebelah selatan kampung Tlogodingo terdapat bukit yang menjulang, tingginya kurang lebih 2100 mdpl. Vegetasi bukit dan kontur tanah cukup beragam. Ada hutan basah, semak belukar, ilalang, dan hutan buatan di sisi baratnya. Tak heran hutan di sekitar gunung tanpa nama ini sering digunakan para pecinta alam untuk melaksanakan Diksar. Yang paling sering adalah sebuah tempat di timur kaki gunung yang dinamakan Mrutu. Karena di tempat ini banyak sekali mrutu yang siap membuat gatal orang yang nge-camp di tempat itu. Mrutu adalah semacam serangga kecil yang beterbangan dan suka hinggap di kulit manusia.

Kami ber-13 berniat melakukan softrack ke gunung itu. Dimulai dengan melakukan perjalanan dari arah barat gunung tanpa nama. melewati ladang wortel, kol, dan strawberry serta beberapa sungai kecil yang mengalir dari arah gunung. Terkadang melewati jalan-jalan yang cukup terjal. Lalu melewati hutan pinus dan tanaman paku-pakuan yang lebat mengelilinginya. Kira-kira 2 jam perjalanan tidak menemukan jalan yang sangat terjal dan semua jalan cukup lebar. Setelah istirahat sebentar di sebuah pos untuk melaksanakan sholat dzuhur dan asar, kami melanjutkan perjalanan. Setelah pos itu track mulai menanjak. Vegetasi masih berupa pohon-pohon yang tidak begitu lebat, sampai kira-kira satu jam perjalanan kami mulai menemukan jenis-jenis pohon yang hanya ada di puncak-puncak gunung. Gunung-gunung kecil di sekitar Gunung Lawu tampak sangat jelas. Kabut-kabut yang berbaris tertiup angin menambah indahnya pemandangan. Sejenak kami berhenti di sana. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan.

Semak-semak ilalang menemani perjalanan kami di kanan kiri. Pohon-pohon besar sudah mulai jarang. Semak-semak yang cukup lebat sampai setinggi di atas kepala menyebabkan jalan setapak tak begitu jelas terlihat. Perlu hati-hati karena kanan kiri adalah jurang. Akhirnya, kami sampai juga di puncak gunung tanpa nama. Karena hari menjelang sore, kami memutuskan untuk nge-camp di sana sekalian. Sebenarnya agak kurang yakin nge-camp di sana, tapi karena komandan meminta ngecamp, ya kami harus menurut.

Kami lalu melepas ransel dan mempersiapkan diri mendirikan tenda. Hujan rintik-rintik karena kabut yang melewati puncak gunung mulai terasa. Tiba-tiba, "bresss......" Hujan cukup lebat membasahi kami yang sedang mendirikan tenda. Tenda belum berdiri sempurna. Padahal seluruh isi tas sudah kami keluarkan. Meski kami berusaha menyelamatkan barang bawaan kami agar tak nea hujan, semua tetap basah kuyup, termasuk sleeping bag sebagai benteng terakhir agar kami bisa tidur nyenyak. Hujan mulai rintik-rintik, kami memperbaiki tenda yang belum berdiri dengan sempurna.

Setelah hujan reda, kami pun keluar dari tenda. Menikmati siluet jingga di ufuk barat senja itu, mencari-cari sang mentari seakan ingin mengucap selamat jalan. Tapi hanya bayangan jingga yang terlihat karena tertutup awan dan kabut. Ingin mengambil fotonya, tapi dingin dan basah membuat saya enggan melakukannya. Setelah sholat maghrib dan Isya, kami menyaksikan pemandangan malam di bawah sana yang tampak indah. Mulai gemerlap kota Solo dan Karanganyar yang nampak dari kejauhan, serta di sisi timur nampak gemerlap kabupaten magetan Jawa Timur. pemandangan itu silih berganti hilang karena kabut yang kadang melintasi sekitar gunung.

Setelah itu kami istirahat dengan berbasah-basahan. Mencoba menghangatkan dengan membuat perapian pun gagal. Karena hampir tidak ada sesuatu yang bisa dibakar kecuali sampah plastik kami. itu pun hanya bertahan sebentar. Kami langsung masuk ke tenda untuk istirahat. Teman-teman banyak yang tidak bisa istirahat karena basah. Alhamdulillah saya bisa tidur. Celana yang basah saya lepas dan langsung masuk ke sleeping bag yang ternyata hanya separo bagiannya basah kena hujan tadi. Lumayan lah ada bagian yang kering. Diiringi gemeretak suara gigi teman-teman yang kedinginan serta suara ngorok mereka, ditambah suara nafas salah seorang teman yang tidak tahan Oksigen tipis, melengkapi istirahat malam itu. Saya memainkan pikiran bahwa mereka baik-baik saja, meski tadi ada yang kram. Sehingga saya pun bisa tidur dengan nyaman (meski tidak nyenyak).

Tengah malam kami melanjutkan perjalanan turun. Setelah melewati semak-semak ilalang dengan jalan yang sempit, kami melewati track menurun yang sangat terjal dan licin. Tak jarang kami harus merambat pelan saat menuruni tarck itu, kalau tidak ingin terperosok ke jurang.

Saat sedang menuruni jalan yang terjal itu, tiba-tiba terdengar suara "kreeeekkkk...!".. Sebuah batang pohon patah. Batang pohon itu berguling di jalan yang terjal, lalu mengenai 4 orang teman kami. Salah satu dari teman sampai pingsan. Seorang dokter dalam tim langsung melakukan P3K. Dia mengalami patah di tulang punggung di belakang leher. Pohon itu patah padahal tak ada angin yang berhembus kencang.

Sebuah cobaan yang berat bagi kami. Mungkin itu peringatan Allah. Dengan menggunakan sarung dan tongkat yang dijadikan dragbar, kami melakukan evakuasi yang cukup sulit. Medan yang terjal, licin, berair, dan sempit harus kami lalui. Alhamdulillah kami sampai di Mrutu keesokan harinya. Perjalanan dari puncak sampai ke bawah tadi normalnya dilakukan selama 2-3 jam. Tapi karena harus melakukan evakuasi, kami melakukannya sampai kira-kira 6 jam baru sampai di pos mrutu. Ambulance sudah disiapkan di Tlogodingo untuk membawa teman kami ke Rumah Sakit di Solo.

Meski dibalut dengan perasaan sedih, kami mengakhiri ekspedisi di gunung tanpa nama dengan mengambil hikmah atas semua peristiwa.

Hidangan strawberry segar pun tak kuasa kami tolak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk keluarga.

Tlogodingo, 29-30 Mei 2010